Menyambut Februari

Sebelum Tenggelam
2 min readFeb 1, 2021

--

Januari baru saja meninggalkan mu beberapa jam yang lalu. Berita dukanya masih belum mau mengucapkan kata pamit untukmu. Dan barangkali mungkin tidak akan. Tanpanya, berita bahagia jadi cerita yang benar-benar hampa.

via Instagram @blackofsenses

Hari ini kau tetap bangun seperti biasa bukan? bernafas, kemudian membuka matamu, menuju dapur minum segelas air, lalu bergegas ke kamar mandi membuang sampah yang sudah kau tumpuk semalaman. Setidaknya kau bersyukur masih bisa bangun pagi ini, tapi jangan coba memaksa manusia-manusia lain bersyukur sepertimu. Karena banyak manusia yang tidak ingin bangun pagi ini, menyaksikan dunia yang menyebalkan, melewati hari yang begitu sunyi, melempar senyum palsu selama berjam-jam dan mengulanginya lagi sampai satu bulan kedepan.

Tapi Februari adalah bulan penuh warna?! Kau sendiri yang menentukan warnanya. Mau kau warnain kelam, ceria, polkadot, gradasi, monokrom, atau apalah, aku seorang yang buta warna jadi terserah kau.

Ada hari-hari peringatan pengorbanan cinta di antara tanggal-tanggalnya dan ujung tanggalnya tak pernah serupa dengan bulan-bulan yang ada. Tapi kau terjebak lagi oleh “tapi”.

Cermin kamar yang kau tatap berkali-kali belum dapat menjawab harapan-harapan yang kau tanam setiap menatapi. “Wahai cermin, coba kau sebutkan siapa manusia paling bahagia hari ini?”. Setelah pakaian mu rapi, sepatu mu kinclong sehabis disemir, kau mempersiapkan tiket keberangkatan menuju Februari yang wangi (semoga).

Kau berdebat dengan bayangan di cermin tentang siapa manusia yang paling bahagia hari ini. “Aku!” “Aku!Aku!!”. Ya, kau baru saja memenangkan berdebatan antara kau dan kau yang lainnya. Tapi itu bukanlah bagian yang menarik buatmu untuk mengawali tamasya bulan Februari ini. Aku mendengus. Kau tidak terlalu butuh pengakuan kebahagiaan atas kau sendiri itu. Aku dan kau lebih perlu promo kopi susu dan kuota unlimited.

Toh, harapan yang kau inginkan tidak jauh berbeda kan dari bulan-bulan sebelumnya. Kau tetap ingin jadi manusia yang berguna dan tidak menyusahkan, memetik satu-satu mimpi yang sudah terlanjur digantung, ditutup dengan tidur yang nyeyak lalu bangun pagi dengan tubuh segar.

Dan ingatanmu tiba-tiba mundur 10 tahun kebelakang, teringat satu adegan kartun populer kesayanganmu yang tayang setiap hari, sambil melahap sarapan sebelum kau berangkat sekolah.

“Hidup ini memang tidak adil, maka biasakanlah dirimu”.

Seketika kau ingin pulang ke masa itu dan tidak membaca tulisan ini sekarang.

--

--